“Eh….halo…” sapa U
sewaktu masuk ruang uap dan melihat saya sudah ada di sana.
“Hmmmh….”
“Eh kamu marah ya?”
tanyanya.
“Mmm… marah kenapa?”
“Itu gara-gara saya
pegang barang kamu.” U mengira-ngira.
“Aduh…. Uda jangan
dibahas…” jawab saya malas.
“Sorry.. itu
penyakit lama sedang kumat.” U menjelaskan.
“Maksudnya?”
“Dulu juga pernah
begitu.” Katanya menjelaskan.
“Maksudnya pernah
bugilin cowo dan pegang-pegang gitu?” tebak saya.
“Iya… Jadi malu nih
ketahuan..”
“Bagaimana
ceritanya?” saya mulai tertarik.
“Dulu saya pernah
ketemu seorang pemuda Chinese di ruang steam juga. Orangnya lumayan. Hanya
lebih ganteng kamu sih” katanya senyum-senyum.
“Dasar. Pasti ada
maunya koko muji-muji” tembak saya.
“He..he… Waktu itu
kita duduk bersampingan. Di ruang steam ada beberapa orang. Tapi pelan-pelan
pada keluar semua. Tinggal kita berdua.” Jelasnya tanpa diminta.
“Kalau dilihat
handuknya, sudah terlipat dan tidak menutup semua badan bawahnya.” Katanya
melanjutkan.
“Maksudnya?” tanya
saya.
“Dia melihat
handuknya jadi berbentuk persegi empat. Lalu dia duduk dan hanya meletakkan
handuk yang dilihat di bagian bawahnya. Jadi bagian bawahnya tidak ditutup
handuk dengan benar.” Jelasnya.
“Oh…. Mungkin supaya
tidak basah kena uap.” Saya menduga.
“Iya… tapi kan bikin
horni tuh..” katanya.
“Terus ngapain?”
tanya saya lagi.
“Saya coba
pelan-pelan menempelkan tangan ke pahanya. Eh.. dia tidak menolak. Lama-lama
saya tambah berani. Begitu ada kesempatan, langsung tangan saya meraba
barangnya.”
“Busyet…. Jadi main
sergap saja ya?” komentar saya.
“He…he… iya.. Siapa
suruh dia mengundang begitu. Orang dia juga tidak menolak kok. Jadi pelan-pelan
saya kocok barangnya. Barangnya jadi tambah gede. Ukurannya sih kalah sama
punyamu.”
“Oh ya? Tahu
darimana ukurannya lebih kecil?” saya mengklarifikasi.
“Lah kan saya pernah
pegang punyamu..”
“Hmh….” Saya malas
membantah.
“dia keenakan tuh…
tapi karena ada orang masuk, dia keluar ruang steam. Saya pikir dia sudah tidak
minat. Tidak tahunya dia balik lagi. Sampai akhirnya orang itu keluar, saya
lanjutin aksi. Saya kocok lagi, sampai akhirnya dia muncrat tuh..”
“Dasar…”
“Saya sempat ngobrol
juga dengannya. Namanya B****** S. Dia kerja sebagai asisten manager perusahaan
asuransi dan berkantor di Thamrin. Saya juga dapat FB nya. Jadi saya tahu, dia
kemudian merit. Tapi tidak tahu juga beneran merit atau tidak. Habis itu saya
pernah ketemu lagi. Dan saya waktu ketemu lagi, saya kocokin lagi ….. “
sambungnya.
“Busyet… sudah merit
masih mau dikocokin?” tanya saya.
“Sebenarnya dia sih
awalnya menolak. Namun setelah diraba-raba, mau juga. Ha..ha..”
“Wah mungkin dia
jadi bisex ya?”
“Mungkin juga.”
“Setelah itu saya
juga pernah ketemu lagi. Dia malah pernah bugil. Tapi waktu melihat saya, dia
cepat-cepat tutup handuknya. Takut ketahuan kali ya?”
“Bukan.. Dia takut
diperkosa koko …”
“Enak aja!”
“Terakhir saya
ketemu dan bertanya. Apa dia sudah merit. Katanya belum. Wah saya tidak berani
tanya-tanya lagi. Takut dia sudah cerai. Sekarang dia masih kerja di perusahaan
asuransi itu. Tapi kantornya sudah pindah di Karawaci. Jadi dia juga tinggal di
Karawaci juga.”
“Oh gitu… Wah apa
gara-gara dikocokin koko, dia jadi suka cowo ya?”
“Nah itu dia. Saya
takut dia begitu. Kalau saya amati, dia sekarang memang suka cowo lah. Kadang
saya takut. Apa gara-gara saya, dia jadi gay ya?”
“nah …. Nyesal kan?”
komentar saya.
“Iya juga. Saya
takut begitu. Hanya kalau dipikir-pikir, dari depan dia kan sudah begitu. Lah
duduknya saja masa seperti itu. Nutupi bagian bawahnya dengan posisi
menantang.” Dia berusaha mencari pembenaran.
“ya…. Cari alasan
tuh…” sahut saya.
“ah… sudahlah…
memang saya ada rasa menyesal. Moga-moga
bukan karena saya, dia jadi gay ya.” Katanya, “tapi kalau sampai gara-gara
saya, saya mau minta maaf. Saya sekarang sudah jarang ketemu. Moga-moga kamu
tulis artikel di FB ya dan moga-moga dia baca. Kalau dia baca, moga-moga pesan
saya sampai. Maafin saya ya… kalau gara-gara saya, pernikahan mu berantakan dan
kamu jadi gay.” Dia tampaknya meminta bantuan.
“Iya koko. Moga-moga
B****** baca artikel ini. Tapi kan tidak ada di pertemanan FB, bagaimana
bacanya?” tanya saya.
“TIdak tahu juga.
Siapa tahu dia punya FB yang gay juga.” Katanya berharap.
“Ya sudah. Moga-moga
dia baca d.” kata saya.
“Untung kemarin
tidak kejadian dengan kamu ya.. Kalau sampai kejadian, terus kamu jadi gay, wah
bisa tambah menyesal juga.” Katanya.
“Yang benar tuh.
Jangan-jangan masih berharap” goda saya.
“Memang iya sih.
Dalam hati masih berharap… ha..ha..” dia malah senyum-senyum.
“Nah tuh… awas ya,
jadi korslet. Ngomong beginian jadi kebawa lagi..” saya coba ingatkan.
“Iya…iya…. Kamu
bantu saya ya. Kalau saya sedang korslet, kamu ingatin saya.” Dia memohon
bantuan.
“Iya kalau bisa.
Tapi kalau saya ikut kebawa arus, bagaimana?” saya kembali mengingatkan.
“Iya uda… nasib
namanya” santai saja jawabnya.
“Mmmm….. pusing d.”
Begitulah kisah U
yang kelakuannya mungkin membuat seorang pemuda jadi suka dikocokin.
Tidak jelas apa
B****** jadi bi atau gay , gara-gara dia bukan.
Walau kalau
mendengar penjelasannya , sepertinya tidak sepenuhnya salah U.
Karena B****** kan
sudah dari depan sepertinya ingin coba-coba.
Mungki B sudah punya
bibit jadi gay. Tapi karena U orangnya nekat, jadilah akhirnya B jadi
korbannya.
Kalau sampai B merit
dan akhirnya cerai, wah gawat. Buat keluarga orang berantakan saja.
Tapi kalau dipelajari,
belum tentu juga B merit. Karena tidak jelas apakah benar B merit.
Kalau kemudian
merit, belum tentu juga gara-gara U.
Ah pusing lah…
Mending berdoa buat
B. Moga-moga dia dapat jodoh yang sesuai dengannya.
Agar jangan jadi
gay.
Karena kalau
benar-benar jadi gay, hidupnya bakalan sengsara.
Nikmat tapi sengsara
akhirnya.
Kasihan juga ya
kalau benar.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar